Para santri - wisudawan TPA berfoto bersama |
Tanggal 11 Februari kemarin, di masjid dekat rumah – masjid Bani Haji Adam Taba’ diadakan peringatan maulid nabi Muhammad SAW. Peringatan maulid kali ini, kolaborasi antara pengurus LKU (Lembaga Kesejahteraan Ummat) Amanah – sebuah lembaga swadaya masyarakat, majelis ta’lim ibu-ibu ‘Ashabul Jannah’ dan pengurus masjid Bani Haji Adam Taba’ (kesemuanya beraktivitas di lingkungan kami).
Peringatan maulid ini dirangkaian dengan wisuda santri TPA Babul Jannah. Oya, beberapa waktu yang lalu saya membuat tulisan Rencana Wisuda Tahunan Santri TPA Babul Jannah – saya pikir wisuda santri diadakan tiap tahun. Ternyata saya salah, wisuda santri dilaksanakan setiap dua tahun, wisuda terakhir diadakan dua tahun yang lalu.
Nah, itu makanya Raodah Haryadi – salah seorang guru mengaji Affiq mengatakan kepada Affiq mengapa ia tak ikut ujian kelulusan santri saja toh hafalannya sudah banyak. Mengenai bacaannya yang belum khatam (baru masuk juz 22), tak mengapa, itu bisa dilanjutkan setelah ujian. Masalahnya, tahun ini insya Allah Affiq naik kelas 6, berarti tahun depan masuk SMP.
Jika dua tahun lagi baru ikut ujian sementara ijazah TPA dibutuhkannya tahun depan, bagaimana dong? Saya yang awalnya tidak berniat mengikutkan Affiq karena ngajinya belum khatam, akhirnya mendaftarkan Affiq empat hari sebelum Ujian Kelulusan Santri TPA dilaksanakan setelah sebelumnya berkonsultasi dengan pak Haryadi – pendiri TPA Babul Jannah.
Mau tak mau, Affiq harus bisa belajar untuk ujian tertulis dan hafalan yang berderet itu. Subhanallah – Allah Maha Pengasih, Ia menganugerahkan Affiq yang cerdas untuk saya asuh, namun kemauan belajarnya itu lho, sulit sekali dibangkitkan. Ia sehari-harinya hanya mau bermain saja. Padahal saya tahu, semangat kompetisinya sangat tinggi. Ia suka jika menang/juara, dan ia sangat tak suka jika kalah. Seringkali ia marah-marah bila tak menang.
Mungkin berlebihan jika saya mengatakan saya sampai ‘berdarah-darah’ mengusahakan ia untuk belajar setiap menjelang UAS, namun begitulah perumpamaan yang tepat akan usaha saya. Pada UAS terakhir saya bahkan harus berkolaborasi penuh energi dengan papanya untuk mendampinginya belajar, begitu pun untuk mengusahakan ia belajar menjelang ujian ini. Padahal ia hanya tinggal menambah hafalan surah-surah saja. Sampai-sampai saya mengeluarkan jurus ‘ancaman’: kalau sampai tak lulus, uang jajannya bakal dipotong senilai uang pendaftaran untuk ujian ini.
Anda mungkin berpikir saya keras? Iya, ada saatnya saya harus keras kepadanya. Menghadapi anak itu bagaikan bermain layangan, ada saatnya ia diulur dengan lembut namun ada saatnya ia harus ditarik dengan keras supaya tak melayang sesukanya apalagi jika cuaca tengah tak bersahabat. Menghadapi anak, sesuai pula dengan tabiat anak. Menghadapi Affiq tak seperti menghadapi Athifah, mereka memiliki karakter yang berbeda. Dan saya sebagai ibunya, tahu persis.
Alhamdulillah, Affiq selesai juga belajarnya. Beberapa surah yang panjang tak bisa dihafalnya. Tak mengapa, yang penting ia sudah berusaha. Ia toh sudah menghafal banyak surah. Maka tibalah saat ujian itu. Saya dan papanya sempat memotret kelangsungan ujian yang dihadiri oleh tiga orang utusan Departemen Agama Makassar yang bertindak sebagai penguji. Ujian mereka seperti sidang sarjana. Setelah itu, hasilnya langsung dibawa oleh bapak-bapak dari DEPAG untuk mereka periksa. Kami hanya bisa berharap, Affiq bisa lulus sesuai dengan usaha yang telah dilakukannya.
***
Seremonial acara maulid |
Para santri yang diwisuda |
Ibu-ibu majelis ta'lim Ashabul Jannah |
Hadirin - warga sekitar di acara maulid |
Prosesi wisuda |
Penyerahan piala kepada wisudawan terbaik |
Pak Haryadi, Raodah, dan pak Yusuf |
Melalui pengeras suara masjid, saya bisa mendengarkan acara yang sedang berlangsung. Mulai dari pembukaan, pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an, pemberian kata sambutan dari bapak sekretaris camat (sekcam) Rappocini, dan ceramah maulid. Begitu pun saat acara wisuda dimulai.
Satu per satu dari 36 santri dari berbagai TPA di sekitar Rappocini dipanggil untuk diwisuda. Semua peserta dinyatakan lulus. Affiq beserta 11 temannya yang berasal dari TPA Babul Jannah ada di antara mereka. Setelah itu disebutkan tiga santri terbaik yaitu tiga orang yang memiliki nilai ujian tertinggi.
Piala Affiq |
Saya tertegun mendengarnya. Seingat saya nomor urut Affiq nomor sembilan! Lalu MC menyebut nama, “Muhammad Affiq Solihin.”
Saya terkejut. Affiq peringkat satu? “Subhanallah, alhamdulillah. Terimakasih ya Allah,” spontan terucap syukur dari bibir saya. Tak terasa di kedua pelupuk mata saya menggenang titik-titik air. Sungguh saya tak menduga. Segera sujud syukur saya lakukan di tempat saya berpijak.
Affiq sumringah. Ia disalami oleh pak sekcam. Bahkan diberikan piala. Hati papanya dan saya pun sumringah. Affiq berfoto dengan pialanya dengan wajah yang sangat cerah. Saya tak ingin bangga ya Allah. Engkau yang memberi rahmat. Saya tak boleh bangga. Saya harus bersyukur.
Allah, keberadaan anak-anak adalah nikmat bagi saya. Begitu banyak nikmat yang Engkau berikan melalui mereka. Dan kali ini Engkau tambah lagi. Fabi ayyi ‘alaa i rabbikumaa tukadzdzibaan – Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Ibu-ibu majelis ta'lim berfoto bersama |
Alhamdulillah ^__^ |
Tradisi maulid. Ember berisi makanan ini untuk ato' (kakek) sebagai pengurus LKU Amanah. Ada namanya tuh :) |
Isi ember: kaddo minynya', ayam goreng, ikan kambu, dan kelapa sangrai |
Telur warna-warni, sayangnya ada yang pakai pewarna tekstil :( |
Makassar, 19 Februari 2012
Bisa dibaca juga tulisan yang lain:
No comments:
Post a Comment