Sumber: howtowriteaformalletter.com |
Denganmu Mirna, selisih usia 15 bulan mengakrabkan kita. Walau perang saudara paling sering terjadi antara kita tetapi kita bagai sahabat kental. TK, SD, SMA dan jurusan kita di universitas sama hanya berbeda tingkat. Sekarang kita pun sama-sama berpredikat ibu rumahtangga sejati.
Makanya cerita antara kita tak pernah habis. Sekarang pun setiap harinya kita masih berkirim SMS atau menelepon. Orang pertama yang kuingat untuk membagi berita adalah dirimu.
Kuingat saat engkau hendak melahirkan sulungmu. Betapa berat ujianmu. Kesakitan selama dua hari, melalui tiga kali induksi hingga pembukaan lengkap tetapi akhirnya harus operasi karena jabang bayi tak kunjung turun.
Air mataku mengalir, do’a kupanjatkan untuk kalian. Kau sungguh tabah melalui semua itu hingga Ifa lahir. Ingatkah kau banyak orang mengira Ifa anakku karena menurut mereka wajah Ifa lebih mirip denganku?
Denganmu Uyi, mungkin karena dirimu lelaki, komunikasi kita tak seintens kami. Tetapi kutahu, perhatianmu kepadaku tak perlu diragukan lagi. Kau bersedia membantu segera saat dibutuhkan.
Kuingat ketika ujian kelulusan SMA-mu sudah dekat, kita bicara berdua. Saya menyarankanmu kuliah di Jawa karena kasih sayang ibu membuatnya sangat ketat memproteksimu. “Kamu tak bisa melakukan apa-apa jika di sini, naik motor tak leluasa, panjat pohon tak bisa. Pergi ke Jawa, supaya Kau bisa mandiri,” kataku.
Kau melakukannya. Kau lulus di Informatika ITS, pilihan pertamamu. Kau tinggal di kamar kos. Saat Ramadhan tiba, masjid menjadi tempatmu berbuka. Kau kuliah sambil bekerja, IP-mu selalu tinggi. Kau tak pernah merepotkan ayah dan ibu. Tahukah Dik, saya bangga padamu.
Waktu engkau sudah di Bontang dan siap untuk menikah, saya berpesan, “Pilih istri yang latar belakang pendidikannya dekat denganmu. Cari yang berdomisili di sekitar tempatmu sekarang, jangan yang domisili Makassar.”
Kau berikhtiar tanpa pacaran. Hingga Nana kini berada di sisimu dan melahirkan tiga orang generasimu. Oh Dik, apa itu karena kata-kataku? Nana yang baik, satu almamater dengan kakak-kakakmu, ia bisa ngobrol nyambung bukan hanya denganmu tetapi juga dengan kami. Keluarga besarnya pun berdomisili di Bontang
Saat diriku atau anak-anakku sakit, kalian selalu menanyakan kabar kami. Saya bisa merasakan bentuk perhatian kalian.
Cukupkah usahaku untuk menjadi kakak yang baik bagi kalian? Yang jelas, sejak dulu saya berusaha untuk tidak menggurui kalian. Saya ingin selalu dekat dengan kalian, sampai kapan pun.
Semoga nikmat kasih sayang persaudaraan ini kekal di dunia dan di akhirat.
Makassar, 12 Maret 2012
Tulisan ini diikutkan pada GIVEAWAY : Aku Sayang Saudaraku yang diselenggarakan oleh Susindra.
No comments:
Post a Comment